Untuk
mengurangi persoalan sosial ekonomi di Keuskupan Agung Makassar (KAMS),
PSE keuskupan mendirikan Credit Union. Dalam perjalanan waktu, kemudian
mereka menetapkan bahwa CU merupakan gerakan bersama antara hirarki dan
kaum awam.
Untuk kesejahteraan masyarakat, CU
memberikan pendidikan pengelolaan keuangan keluarga, menabung, membuka
usaha dan lain-lain. Berkat CU, umat diajar untuk mandiri dan membentuk
kelompok-kelompok kecil. Dalam kelompok, para anggota saling percaya
serta membantu jika ada anggota lain mengalami kesulitan.
Terkait
dengan gerakan CU di KAMS, HIDUP mewawancarai Uskup Agung Makassar, Mgr
Johannes Liku Ada’, di Hotel Aerotel Smile, Makassar, Sulawesi Selatan,
Selasa, 12/5. Berikut petikannya:
Apa yang dilakukan Keuskupan Agung Makassar (KAMS) untuk memberdayakan ekonomi umat?
Untuk
memajukan ekonomi umat, KAMS mendirikan CU pada tahun 2006. Sampai saat
ini, di keuskupan kami ada dua CU, yakni CU Mekar Kasih dan Sauan
Sibarrung. Sejak awal, kedua CU dilahirkan oleh Komisi PSE KAMS. Agar
menjadi gerakan yang terkoordinir, kedua CU itu berada dalam naungan
Komisi PSE. Meski begitu, perlu dipahami bahwa kedua CU itu bukan milik
PSE KAMS. CU itu, milik para anggota. Hanya saja dalam praktiknya, perlu
ada pendampingan dari pihak Gereja atau hirarki.
Pada waktu itu, apa pertimbangan Bapak Uskup menyetujui lahirnya CU di KAMS?
Gerakan
CU itu baik untuk pemberdayaan ekonomi umat. Waktu itu, menurut
pengamatan saya, jika di KAMS ada gerakan CU, umat akan mengalami
perubahan positif. Dengan hadirnya CU, peran awam bisa dilibatkan.
Mereka bisa belajar berorganisasi, belajar membuat kebijakan dan
mengambil keputusan.
Tidak itu saja,
pelajaran untuk menghargai orang non-Katolik juga akan terjadi. Seiring
berjalannya waktu, CU di KAMS sudah memiliki anggota non-Katolik. Kami
menyambut dengan tangan terbuka, anggota-anggota CU non-Katolik.
Kini,
umat sudah merasakan manfaat CU. Kehidupan ekonomi anggotanya sudah
banyak yang berubah. Perubahan ini terdengar oleh teman-teman mereka dan
secara tidak langsung dapat menarik umat lain untuk ikut bergabung.
Apakah tingkat ekonomi umat mengalami perubahan dengan hadirnya CU?
Perbedaan
sebelum dan sesudah adanya CU di KAMS sangat terasa.Menurut pengalaman
saya, Gereja telah puluhan tahun berkhotbah untuk mengubah mentalitas
sisi ekonomi umat KAMS. Namun hasilnya kurang memuaskan. Tetapi, setelah
CU hadir di KAMS, dalam waktu relatif singkat terjadi perubahan pola
pikir di kalangan umat, dari yang sebelumnya berpikir konsumtif, kini
banyak yang sudah berubah menjadi produktif. Ini merupakan perubahan
yang positif.
Upacara-upacara kematian di
daerah ini, misalnya, biasanya menghabiskan banyak uang, bahkan ada yang
rela mencari utangan. Para Imam sudah puluhan tahun berkhotbah mengajak
umat untuk tidak menghabiskan uang untuk upacara kematian. Khotbah
tidak mempan. Tetapi, lewat CU, pelan-pelan perubahan pola pikir umat
terhadap tradisi upacara kematian mulai berubah.
Apa manfaat paling nyata yang dirasakan umat dengan hadirnya CU di KAMS?
Perubahan
paling nyata, dapat dilihat dari segi pengelolaan keuangan. Keluarga
menjadi tahu cara mengurus ekonomi mereka. Gerakan CU juga menekankan
bidang pendidikan dan pelatihan kepada para anggota. Hal ini merupakan
kekuatan CU. Namun, perlu diingat, CU harus selalu bergerak ke arah
iman. Jangan menjadikan uang sebagai “dewa” atau tujuan.
Saya
senang, saat ini perkembangan CU di KAMS tidak hanya terbatas pada
urusan simpan pinjam. Tetapi juga meluas ke usaha produktif di bidang
pertanian. Di Toraja, saat ini juga banyak kelompok petani yang lahir
dari gerakan CU. Saya lihat, CU ini cocok jika diterapkan bagi keluarga
ekonomi menengah ke bawah.
Bagaimana Bapak Uskup melihat prospek CU di KAMS, mengingat pada beberapa periode lalu, banyak CU yang mati?
Ada
kalanya, kami di KAMS juga dihantui kekhawatiran CU akan mati. Tetapi
saya selalu tegaskan kepada pengurus CU, bahwa dasar berdirinya lembaga
ini adalah kepercayaan. Sekali kepercayaan itu hilang, atau salah
langkah, CU bisa bubar. Oleh karena itu, rasa saling percaya antar
sesama anggota dan pengurus, harus selalu dijaga. Penting juga
diketahui, bahwa CU harus berada di bawah naungan PSE KAMS, sehingga
kami masih bisa memberikan pendampingan, pengawasan, dan pendidikan.
Godaan
terbesar pengurus CU adalah pengelolaan uang. Untuk itu, pengurusnya
harus kuat iman dan jangan sampai terjebak pada korupsi. Saat ini, saya
gembira melihat pengurus CU bertanggung jawab dan sadar akan tantangan
yang dihadapi. Saya berharap ke depan ditingkatkan lagi.
Khusus
untuk pendampingan, saya juga mengharapkan para imam di paroki setempat
gencar melakukan pendampingan. Tugas imam hanya mendampingi anggota CU,
bukan menjadi pengurus langsung.
Apakah Bapak Uskup juga memberi arahan kepada para imam di KAMS untuk terlibat dalam CU?
Menurut Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes
artikel 43, dijelaskan bahwa kegiatan keduniaan seperti CU adalah tugas
kaum awam. Para hirarki seperti uskup dan imam hanya bertugas memberi
penyuluhan dan pendampingan rohani. Oleh karena itu, saya selalu
mendorong imam di KAMS untuk terlibat mendampingi para anggota CU.
Para
imam tidak perlu mengetahui CU secara detail. Mereka hanya perlu
mengarahkan anggota-anggota CU agar berada di jalur yang benar.
Dibanding imam, peran penting pengurus CU jauh lebih diharapkan.
Sekali
lagi, CU bukan milik Gereja atau milik PSE. Gereja hanya sebatas
mendukung. Jangan sampai, CU lepas dari pengawasan Gereja. Di KAMS,
bahkan pengurus CU-nya sendiri yang meminta agar CU jangan dilepaskan
dari Gereja.
Apa harapan Bapak Uskup untuk para pengurus dan anggota CU di KAMS?
Saya
berharap agar CU dapat bergerak hingga tingkat komunitas basis. Untuk
mencapainya, dibutuhkan kerja sama antara Komisi PSE dengan Komisi
Keluarga.
Masalah keluarga, saat ini
menjadi keprihatinan Paus Fransiskus. Ia memiliki pandangan sama dengan
Yohanes Paulus II, “Jika keluarga baik otomatis Gereja juga akan menjadi
baik”. Di Indonesia, pada Natal kemarin, Konferensi Waligereja
Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) juga
menyampaikan pesan Natal yang berhubungan dengan keluarga. Kedepan,
Komisi PSE dan Keluarga perlu bekerja sama untuk mendampingi CU.
Apa langkah Bapak Uskup untuk pengembangan CU di KAMS ke depan?
Selanjutnya,
perlu ada rumusan atau formula untuk menjalankan CU dengan pendampingan
dari Komisi PSE dan Keluarga. Jika kerja sama antara dua komisi itu
terwujud, saya kira akan tercipta kekuatan besar.
Kerja
sama ini, bisa menjadi terobosan baru di KAMS. Gagasan secara singkat
sudah saya jelaskan kepada Komisi PSE dan Keluarga. Mereka menyambut
antusias rencana tersebut. Beberapa bulan ke depan, kedua komisi akan
mengadakan seminar. Mereka akan merumuskan cara pendampingan CU dengan
menggabungkan kerja sama antara kedua lembaga tersebut.
Aprianita Ganadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar