Senin, 29 September 2014

ISHAK NGELJARATAN DI MATA MANTAN AKTIVIS MAHASISWA, ORANG TUA, GURU DAN SAHABAT


http://www.fajar.co.id/metromakassar/__icsFiles/afieldfile/2014/09/24/buku.jpgPada hari ini, Sabtu, 27 September 2014, Harian Fajar Makassar menyelenggarakan Diskusi dan Bedah  Buku. Dua buah buku Bapak Drs. Ishak Ngeljaratan, M.A. yakni: DIANTARA SAHABAT DAN  WAJAH DALAM CERMIN RETAK. Acara ini diselenggarakan untuk memperingati ulang tahun ke-78 dari Bapak Drs.  Ishak Ngeljaratan, M.A. yang dikenal luas oleh masyarakat Sulawesi Selatan sebagai budayawan yang kritis. Acara diskusi berlangsung dengan baik dan lancar. Berikut ini saya publish artikel yang saya tulis dalam buku pertama, DIANTARA SAHABAT. Selamat membaca dengan kritis.

ISHAK NGELJARATAN DI MATA MANTAN  AKTIVIS MAHASISWA: ORANG TUA, GURU DAN SAHABAT Antonius Sudirman (Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Makassar)

A. PROLOG

https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTBAQnjmHg3rmv3_XJ-Sj9ZMgvy_eSJkYZMKXzCPhdjW5pavsoMmkghqHYTidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran Bapak Drs. Ishak Ngeljaratan,M.A, di tengah-tengah masyarakat dipandang sebagai rahmat atau hadiah terindah dari Tuhan yang maha pengasih dan maha penyayang bagi masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya bagi warga gereja  lokal Keuskupan Agung Makassar (KAMS). Dalam hidup dan perjuangannya, beliau merupakan representasi dari pribadi yang sungguh 100% Indonesia dan  100% Katolik atau seratus persen warga Negara Kesatuan Republik Indonesia dan seratus persen warga Gereja Katolik (pinjam ungkapan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ). 
Adalah fakta bahwa Pak Ishak dikenal luas sebagai tokoh masyarakat dan sekaligus tokoh Katolik khususnya dalam wilayah gereja lokal KAMS. Dalam kapasitasnya sebagai tokoh masyarakat, beliau secara pribadi dan bersama-sama dengan tokoh masyarakat lainnya, baik melalui pertemuan ilmiah maupun melalui tulisannya di media massa, selalu tampil menyuarakan agar lima pilar kehidupan berbangsa dan bernegara harus ditegakkan dalam kenyataannya. Kelima pilar tersebut yakni,  Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 (yang terakhir, tambahan Pak Ishak). Selain itu, beliau dengan teguh memperjuangkan aspirasi kaum minoritas dan kaum marginal atau yang tak berdaya (powerless), yakni mereka yang miskin dan papa, kaum yang lemah dan tertindas, serta  warga masyarakat yang  tersisih agar pemerintah semakin peduli pada nasib mereka. Sedangkan sebagai tokoh Katolik, Pak Ishak, baik secara pribadi maupun bersama-sama dengan tokoh-tokoh Katolik lainnya, secara konsisten memperjuangkan agar nilai-nilai kristiani, cinta kasih, kemanusiaan, kejujuran, keadilan, kebenaran, kebersamaan, persaudaraan, keterbukaan, kemandirian dan tanggung jawab, semakin nyata dalam dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, demi terwujudnya kesejahteraan umum (bonum commune). Selain itu, di mata para  aktivis mahasiswa Katolik, Pak Ishak dikenal sebagai orang tua, guru dan sahabat yang terlibat aktif dalam proses pembentukan diri mereka, baik sebagai warga Negara maupun sebagai warga Gereja Katolik.

Untuk menyukuri rahmat Tuhan tersebut maka  pada momentum peringatan ulang tahun Pak Ishak yang ke-78 pada tanggal 27 September 2014, panitia menyiapkan salah satu acara yang “surprise” (penuh  kejutan) berupa penerbitan sebuah buku kenang-kenangan dari segenap  tokoh masyarakat, tokoh agama, para kolega, sahabat, dan aktivis (mahasiswa) yang mengenal lebih dekat pribadi Pak Ishak  dan perjuangannya selama ini. Penerbitan buku ini merupakan bentuk apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pak Ishak atas pengabdiannya kepada  nusa, bangsa dan gereja.

http://www.balikpapanjazzlovers.com/foto_berita/19buku31.jpgItulah sebabnya, penulis menyambut dengan hati gembira atas kepercayaan panitia agar dapat menyumbangkan satu tulisan untuk dimuat dalam buku sebagaimana disebutkan di atas.  Namun, rasanya ruang dan tempat yang disediakan tak cukup untuk menulis secara lebih mendalam  tentang pribadi Pak Ishak serta perjuangannya. Karena itu dalam  artikel yang singkat  ini penulis membatasi diri dengan mengambil posisi sebagai mantan aktivis mahasiswa (Katolik) di era seribu sembilan ratus delapan puluhan. Dengan demikian isi tulisan ini lebih terfokus pada kesaksian penulis sebagai mantan aktivis mahasiswa tentang peran Pak Ishak dalam proses pembentukan kepribadian aktivis (mahasiswa Katolik), khususnya yang bergabung di PMKRI Cabang Makassar. Untuk itu penulis mengambil judul: ISHAK NGELJARATAN DI MATA MANTAN AKTIVIS MAHASISWA: ORANG TUA, GURU DAN SAHABAT.

Ada pun maksud dan tujuan artikel ini dibuat:

Pertama
Sesuai dengan harapan panitia yakni, sebagai bentuk apresiasi, dan penghargaan kepada Pak Ishak atas segala jasa dan pengabdiannya yang tulus kepada masyarakat, bangsa, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan bagi  Gereja Katolik, termasuk kader-kader muda Katolik gereja lokal KAMS.

Kedua
Secara pribadi tulisan ini dimaksudkan sebagai ucapan terima kasih penulis kepada Pak Ishak, orang tua, sang guru dan sekaligus sahabat yang baik, yang telah berjasa dalam ikut membentuk kepribadian penulis dalam beberapa episode kehidupan, baik sewaktu menjadi aktivis mahasiswa di era seribu sembilan ratus delapan puluhan maupun setelah mengabdi di tengah masyarakat.

B. ORANG TUA, GURU DAN SAHABAT

Penulis termasuk salah seorang yang beruntung, karena bisa bertemu dengan Pak Ishak, sang tokoh yang memiliki komitmen yang kuat dalam  pembinaan generasi muda Katolik, pada saat penulis sedang dalam proses pencarian jati diri, masih muda, otak masih kosong, penuh idealisme dan memiliki semangat juang yang tinggi. Awal perkenalan dengan Pak Ishak yakni sewaktu penulis menjadi mahasiswa pada program strata satu di Universitas Hasanuddin (Unhas), pada pertengahan tahun seribu sembilan ratus delapan puluhan. Kemudian perkenalan berlanjut ketika penulis resmi menjadi anggota dan sekaligus sebagai pengurus Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Makassar (sejak tahun 1988), di mana beliau adalah nara sumber utama dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan PMKRI Cabang Makassar. Selanjutnya interaksi dengan beliau semakin intens karena kami terlibat dalam berbagai kegiatan bersama antara lain: Pengurus Ikatan Sarjana Katolik Republik Indonesia (ISKA) DPD Sulawesi Selatan (2010-sekarang), dan Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) KAMS (2014-2017), beliau bertindak sebagai penasihat, dan penulis sebagai pengurus.

Di mata penulis selaku mantan aktivis mahasiswa, Pak Ishak, merupakan orang tua, guru dan sekaligus sahabat yang memiliki perhatian dan kepedulian kepada segenap aktivis/kader muda (oleh Pak Ishak disebut “entrepreneur”), termasuk yang bergabung dalam PMKRI Cabang Makassar. Sebagai orang tua, Pak Ishak selalu meluangkan waktunya untuk  memberi petuah atau nasihat, arahan, bimbingan dan dorongan kepada para aktivis mahasiswa Katolik agar “passion” dalam melakukan peran sebagai pelopor perubahan sosial (agent of social change) tidak menjadi kendor, lesu dan bahkan putus harapan karena berbagai tantangan yang dihadapi dalam hidup. Setiap kali Pak Ishak diminta sebagai nara sumber dalam kegiatan yang diselenggarakan PMKRI, beliau tidak pernah menolak dan selalu hadir di tempat acara paling lambat 15 menit sebelum acara dimulai. Dan pada setiap kali ada kesempatan berbicara di PMKRI, beliau tidak hanya menjalankan perannya sebagai nara sumber semata tetapi juga sebagai orang tua untuk memberikan arahan dan wejangan/nasihat yang berguna untuk masa depan  para kader muda Katolik yang bergabung di PMKRI.

Salah satu nasihat bijak dari Pak Ishak yang tidak pernah penulis lupa yakni  nasihat  beliau yang merujuk pada wejangan dari ayahnya sendiri. Kira-kira demikian bunyi nasihat tersebut, jikalau anda ditimpa masalah atau penderitaan dalam hidup, janganlah cepat menyerah atau mengalah, sebab di atas setangkai mawar yang berduri terdapat sekuntum bunga yang harum semerbak. Jadi, jelas bahwa hidup itu penuh perjuangan, tantangan dan disertai dengan penderitaan, tetapi yakinlah bahwa di balik penderitaan  itu  terdapat suka cita dan kebahagiaan yang berlimpah.

Selain itu, Pak Ishak termasuk orang tua yang arif dan bijaksana  dan rendah hati. Pada suatu kesempatan, beliau hadir sebagai peserta dalam acara diskusi dan bedah buku karya penulis yang berjudul, HATI NURANI HAKIM DAN PUTUSANNYA: Suatu Pendekatan dari Perspektif Ilmu Hukum Prilaku (Behavioral Jurisprudence), yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Makassar, pada tahun 2008. Tetapi karena pada waktu itu, salah seorang nara sumber tidak sempat hadir maka penulis mendekati Pak Ishak dan tidak segan-segan penulis  menyampaikan keluhan kepadanya. Terdorong oleh rasa ibanya kepada penulis dan panitia, Pak Ishak, sebagai orang tua yang baik, langsung menyatakan kesediaannya untuk menjadi salah seorang nara sumber dalam diskusi dan bedah buku tersebut. Karena itu, acara diskusi dan bedah buku  berlangsung dengan baik dan  lancar, serta  kualitas diskusi pun semakin bermutu.

Sebagai seorang guru, Pak Ishak adalah seorang guru yang baik.

Pertama
Beliau memiliki kedalaman penguasaan ilmu pengetahuan sesuai dengan disiplin ilmunya (filsafat, budaya, sastra, sosiologi dan  politik), dan  berwawasan luas tentang hidup dan berbagai masalah sosial kemasyarakatan.

Kedua
Meski usia sudah senja tetapi beliau secara terus menerus belajar atau mengembangkan dirinya, termasuk menimba ilmu dari orang yang lebih muda dari padanya. Pada suatu kesempatan, saat jeda rapat Komisi Kerasulan Awam KAMS, tanggal 05 April 20014, Pak Ishak menyatakan bahwa dalam setiap pertemuan, baik berupa diskusi maupun petemuan ilmiah lainnya (seminar), ia selalu memanfaatkannya untuk belajar dari orang lain terutama  dari cendekiwan yang masih muda.

Ketiga
Beliau tidak tergolong orang yang pelit, sebaliknya suka memberi atau membagi ilmunya secara cuma-cuma kepada orang lain, khususnya kepada segenap aktivis mahasiswa yang mengembangkan dirinya di PMKRI. Termasuk dalam bentuk keterlibatan Pak Ishak sebagai nara sumber dalam berbagai kegiatan atau pelatihan yang diselenggarakan  PMKRI Cabang Makassar: Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (LKTD), Latihan Kepemimpinan Tingkat Menegah (LKTM), pendidikan jurnalistik dan berbagai diskusi Ilmiah tentang masalah sosial kemasyarakatan yang lagi aktual.

Keempat
Beliau termasuk orang yang suka mendengar dan tidak mau memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Pengalaman penulis dalam berdiskusi atau mengikuti rapat dengan Pak Ishak, apabila terjadi perbedaan pendapat, beliau berusaha mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain dan tidak pernah menyalahkan pendapat orang lain yang berseberangan dengan pendapatnya. Tetapi beliau berusaha meyakinkan lawan bicara/diskusi dengan argumentasi yang kuat sehingga lawan bicara/diskusi menyadari kekurangan atau kelemahannya.

Kelima
Beliau suka berdiskusi tentang berbagai persoalan dalam kehidupan “bersesama”, kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam setiap kali ada forum diskusi bersama Pak Ishak, diskusinya pasti tidak akan pernah sepi dan rasanya waktu tak cukup tersedia. Beliau  selalu menawarkan ide, konsep atau gagasan baru yang perlu mendapat perhatian dari forum diskusi. Dan biasanya pemikiran beliau selalu menjadi rujukan dalam memecahkan masalah yang ada atau yang menjadi fokus permasalahan dalam diskusi.

Itulah sebabnya maka di kalangan aktivis mahasiswa Katolik di zamannya masing-masing,  Pak Ishak  menjadi  sumber inspirasi, sumber ilmu, tempat bertanya  dan tempat belajar  tentang banyak hal, baik ilmu pengetahuan dan keterampilan menulis, maupun wawasan dalam berbagai segi “hidup bersesama” (pinjam istilah Pak Ishak) dengan sesama warga sebangsa dan setanah air serta  alam lingkungan.

Sedangkan sebagai sahabat, beliau adalah seorang sahabat sejati yang penuh perhatian dan  suka memberi motivasi atau membangkitkan semangat kepada para sahabatnya. Suatu pengalaman menarik yang sering penulis alami yakni, beliau secara terbuka memberikan apresiasi atas  artikel penulis yang diterbitkan di Koran yang telah dibacanya. Bagi penulis yang tergolong sebagai penulis pemula, memperoleh apresiasi dari seorang guru yang sudah menjadi kolumnis tentu sangat membahagiakan dan dapat membangkitkan semangat untuk terus berkarya. Terkadang juga motivasi diperoleh dalam bentuk lain. Misalnya, apabila berjumpa Pak Ishak tak lupa mengungkapkan perasaan hatinya kepada penulis dengan menyatakan, kapan lagi menulis untuk harian Fajar. Sementara pada kesempatan yang lain, Pak Ishak juga tak lupa menyampaikan saran dan masukan yang konstruktif, apabila beliau menemukan kekurangan atau kekeliruan  dalam tulisan  penulis,  baik yang dipublikasikan lewat media massa maupun dalam bentuk buku. Bagi penulis, semua itu dilakukan Pak Ishak  sebagai bentuk perhatian dan cintanya yang tulus   kepada penulis  selaku sahabatnya yang lebih  muda.

Pak Ishak juga dikenal sebagai sahabat yang rela berkorban demi kepentingan bersama. Pada  waktu menghadiri rapat pengurus Komisi Kerawam KAMS, tanggal 5 April 2014, tampaknya Pak Ishak mengalami gangguan kesehatan. Beliau sempat berbisik kepada penulis bahwa sebetulnya ia kurang sehat, tetapi karena rapatnya penting dan strategis yakni untuk membahas Program Kerja ke depan maka ia tetap berusaha mengikuti rapat sampai selesai. Hal itu dilakukan Pak Ishak karena beliau tidak menghendaki rekan pengurus yang lebih muda berjalan sendiri. Jadi, Pak Ishak telah memberikan  contoh nyata sikap kerelaan berkorban, baik waktu dan tenaga maupun dirinya atau kesehatannya demi melayani kepentingan umum.

C. BAGAI LILIN DAN GARAM

Berdasarkan uraian di atas diperoleh gambaran bahwa Pak Ishak telah berbuat lebih (do more) bagi tanah air dan gereja, secara khusus  bagi generasi muda Katolik. Beliau adalah orang tua, guru dan sahabat yang telah mengorbankan waktu, tenaga dan bahkan dirinya sendiri demi pembinaan generasi muda Katolik dalam wilayah gereja lokal KAMS. Pengorbanannya bagaikan lilin yang rela hancur demi menerangi dunia dan sesama dari kegelapan, dan bagaikan garam yang  rela larut demi melezatkan setiap masakan
.
Pak Ishak dapat melakukan dengan baik peran yang diembannya sebagai lilin dan garam bagi dunia dan sesama, karena ia memiliki kualitas pribadi yang tinggi meliputi  kualitas rasional, kualitas moral, kualitas spiritual, kualitas motorik, dan kualitas Ilahi. Karena itu, semestinya segenap aktivis kaum muda Katolik  memperhatikan dengan sungguh pesan bijak Pak Ishak yang menegaskan bahwa seseorang warga gereja (termasuk aktivis mahasiswa Katolik, tambahan penulis) sebagai warga Negara harus  melakukan pembekalan atau  pemberdayaan (empowering)  diri dengan panca kualitas berikut, yakni: 
  1. kualitas rasional, yakni memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas; 
  2. kualitas moral, yakni warga gereja harus memiliki kejujuran yang merupakan nilai utama (ultimate value) serta peka terhadap kesalahan/kedosaannya sehingga merasa malu atau merasa bertanggung jawab karena sadar telah berbuat aib/dosa, dan harus konsekuen melakukan sesal sempurna; 
  3. kualitas spiritual, yakni hidup saleh atas dasar iman, dalam hal ini menjadi garam tanpa terkurung kemasan pelastik dan menjadi terang tanpa kurungan dalam kaleng kosong; 
  4. kualitas motorik, yakni terampil secara fisik dan psikis, sebab dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat (mens sana in corpore sano); 
  5. kualitas Ilahi, yakni mempunyai passion seperti INRI (passio Christi) atau compassion dalam wujud kasih setia dan sempurna pada manusia sehingga nyawa pun jadi taruhan demi manusia.

Hal tersebut ditegaskan kembali oleh Pak Ishak  dalam pertemuan para tokoh agama Katolik  dalam Regio MAM yang meliputi Keuskupan Agung Makassar, Keuskupan Manado, Keuskupan Ambon,  yang diadakan oleh Direktorat Bimas Katolik Kementerian Agama RI, dengan tema Peningkatan Wawasan Umat Katolik dalam Kerukunan Umat Beragama, di Makassar pada tanggal 19 November 2013.

D. EPYLOG

Dalam kondisi Negara yang sedang dilanda krisis tokoh “identifikasi”, yang menjadi suri tauladan, semestinya kehadiran Pak Ishak dapat menjadi inspirasi bagi orang lain, khususnya masyarakat Sulawesi Selatan dan warga gereja lokal KAMS (termasuk generasi muda Katolik). Pak Ishak telah menjadi lilin dan garam melalui peran aktualnya sebagai orang tua, guru dan sahabat yang baik bagi sesama, khususnya bagi generasi muda Katolik  gereja lokal KAMS.

Untuk menjadi seperti pribadi Pak Ishak tidaklah semudah membalik telapak tangan atau terjadi dengan sendirinya (taken for granted), melainkan dibentuk melalui proses yang panjang, yang memakan waktu bertahun-tahun lamanya, baik dibentuk dalam lingkungan keluarga dan sosial maupun dikembangkan sendiri oleh yang bersangku   tan. Karena itu, seseorang (termasuk generasi muda Katolik) semestinya menjadi pembelajar sepanjang hayat atau memberdayakan (empowering) dirinya secara terus menerus tanpa batas usia. Hal ini sesuai dengan tema gerakan nasional Aksi Puasa Pembangunan (APP) yang dikeluarkan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) tahun 2014 yakni: Belajar Sepanjang Hidup (long-life learning). Dengan demikian   maka  seseorang akan memiliki kualitas seperti yang diharapkan Pak Ishak yakni, kualitas rasional, kualitas moral, kualitas spiritual, kualitas motorik, dan kualitas Ilahi.

Mengakhiri artikel yang singkat  ini, penulis menyampaikan ucapan selamat ulang tahun ke-78 kepada Pak Ishak, selaku orang tua, guru dan sahabat sejati. Penulis dan rekan-rekan aktivis lainnya mendoakan agar Pak Ishak selalu dalam naungan kasih Tuhan; dan semoga karena penyertaan Tuhan,  benih-benih yang telah ditaburkan beliau  kelak akan tumbuh menjadi pohon yang rindang dengan akar dan batang serta ranting yang kokoh dan kuat, dan kelak menghasilkan buah berlimpah. Dalam arti, semoga pada masa mendatang akan muncul kader-kader muda (Katolik) berkualitas, yang berperan sebagai orang tua, guru dan sahabat bagi sesama, untuk menerangi dan menggarami dunia yang sedang dilanda kegelapan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar